PATIMPUS.COM - Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) bekerjasama dengan Tifa Foundation dan aliansi masyarakat adat melayu menggelar Sarasehan Adat Budaya Melayu Masyarakat Pesisir Pantai Timur Sumatera Utara di Gedung Peradilan Semu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (18/1).
Sarasehan tersebut dihadiri 250 orang dari berbagai komunitas masyarakat melayu di empat wilayah kesultanan, Langkat, Deli, Serdang, Asahan dan akademisi, praktisi budaya serta LSM.
Direktur Eksekutif YPI, Mitra Lubis SH, mengatakan saat ini lahan dan hutan yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat adat telah rusak dan diintervensi oleh para pebisnis dan meninggalkan nilai-nilai konservasi.
"Hal ini menyebabkan hilangnya area sumber kehidupan masyarakat adat, baik lahan pertanian maupun kelautan. Pada akhirnya memiskinkan dan meminggirkan taraf hidup masyarakat adat Melayu dan konflik pertanahan yang hingga kini belum dapat diselesaikan dengan baik," ungkap Mitra.
Ditambahkannya, Selain gangguan ekonomi, hilangnya tanah komunal dan kawasan pesisir masyarakat adat juga membuat mereka terpisah dari komunitasnya. Struktur kepemimpinan adat yang dahulu dipimpin oleh kepala kampung atau bahkan Datok kini tidak lagi berfungsi untuk mengatur masyarakatnya dan digantikan oleh kepemimpinan kepala desa.
"Beberapa komunitas masyarakat adat melayu yang tersisa, kini hidup dan berjuang mempertahankan tanah yang tersisa. Mereka bertahan dan melawan pihak-pihak yang mengusir dari tanah komunalnya," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Koordinator Program Marjoko SH, dimana perlu dilakukan rekomposisi dan penguatan struktur masyarakat adat dan memperjuangkan kembali tanah-tanah komunal yang secara historis menjadi hak masyarakat adat Melayu.
"Berdasarkan atas tujuan bernegara yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945
Atas dasar kesepakatan bersama, Mufakat Masyarakat Adat Melayu Pasisir Pantai Timur Sumatera Utara menghasilkan 14 kesepakatan untuk bisa berdaulat dalam kehidupan, mandiri dalam ekonomi, bermartabat secara budaya, dan menjawab tantangan ini maka diperlukan kebersamaan yang kokoh untuk bergerak bersama," pungkas Joko.
Sementara Direktur Tifa, Oslan Purba mengapresiasi apa yang dilakukan oleh YPI dan masyarakat Adat Melayu. Menurutnya masyarakat adat melayu dalam melakukan pengelolaan tanah sangat memperhatikan nilai-nilai konservasi menjadikan eksistensi masyarakat sebagai ujung tombak dalam menjaga kelestarian lingkungan, namun saat ini makin tergusur oleh berbagai konflik.
Ia berharap kesepakatan ini tidak hanya diatas kertas saja tetapi perlu di implementasikan lebih lanjut, bangun persatuan yang kuat, berkoordinasi di internal dan pemerintah tetap berjuang bersama.
Sarasehan ini menghadirkan nara sumber Prof DR Hasim Purba SH MHum, menyajikan materi tentang “Tanah Ulayah Persepektip Konstitusi” sedangkan DR Tengku Mira Sinar MA, mengangkat materi tentang “Adat Budaya Melayu dan Jati Diri Masyarakat Adat Melayu“ dan Rajalul Halimi Harisun mengupas isu “Konservasi Mangrove sebagai ruang hidup komunitas Melayu”.
Acara diakhiri dengan nyanyian dan joget budaya Melayu. (rel/don)
Tidak ada komentar:
Write Berikan komentar anda