Penulis : Ardiansyah Hasibuan
PATIMPUS.COM - Dengan tinggi 7 meter, air terjun Sigiutan tampak imut. Menyembul dari balik rerimbunan hutan alam Tinokkah. Hempasan air yang lembut dan debit air yang tidak begitu besar menambah pesonanya.
Bandingkan dengan Sampuran, air terjun yang menjulang 30 meter di Desa Dolok Merawan. Pun air terjun Bahuri di Desa Pabatu VI yang tingginya mencapai 20 meter. Aliran airnya deras.
Tahun lalu saya pernah menikmati keindahan air terjun Sampuran. Sekitar 1 jam perjalanan ke arah timur dari Sei Rampah.
Sigiutan adalah satu dari 3 air terjun yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai.
Airnya jernih. Dingin. Berasal dari sumber mata air hutan sekitar.
“Airnya segar, ada manis-manisnya," kata teman saya Ridho sambil menirukan gaya bintang iklan air mineral. “Bisa langsung diminum kok,” tambahnya.
Alirannya mengalir tenang ke sungai di bawahnya. Sungainya tidak begitu dalam. Tingginya se lutut orang dewasa. Karenanya, pengunjung tidak perlu khawatir untuk berenang.
Sepanjang dinding tebing banyak mata air alami yang keluar. Ukurannya kira-kira sebesar pipa air di rumah. Sebagian dibiarkan alami, sebagian lagi dipasang pipa oleh pengelola.
Udara sejuk. Segar. Ditambah hijau hutan di sepanjang lereng aliran sungai membuat Sigiutan semakin menawan.
Lokasinya berada di tengah hutan alam Desa Tinokkah, Kecamatan Sipispis. Persis berada di belakang Masjid Sigiutan. Jalan terus ke belakang membelah perkebunan sawit penduduk. Tinokkah sendiri berbatasan dengan Desa Sambosar Raya, Kabupaten Simalungun.
Dengan mengendarai roda empat, saya dan 4 orang teman menempuh jarak 76 kilometer selama 1,5 jam dari Sei Rampah. Jika dari Medan bisa memakan waktu lebih dari 2 jam via tol.
Tenang saja. Selepas dari Kota Tebing Tinggi, jalan menuju Sipispis tidak terlalu ramai kendaraan. Jalan aspal mulus ditambah bentangan alam Sipispis yang indah membuat perjalanan tidak terasa penat.
Sepanjang jalan akan kita temui tanaman karet yang rindang dengan padang rumput yang terawat. Juga tanaman sawit milik penduduk. Serta sedikit jalur berliku dan tanjakan sepanjang Desa Marjanji sampai ke Kantor Camat Sipispis.
Di sisi lain tampak perkampungan dengan rumah-rumah penduduk terbuat dari beton. Tertata rapi, bersih dan terkesan mewah.
Apakah ini satu indikasi taraf ekonomi masyarakat Sipispis membaik? Pasalnya, beberapa waktu lalu harga sawit dan karet sempat booming. Dampaknya tentu kepada peningkatan pendapatan mereka.
Kami tiba di Sigiutan pukul 13.00 WIB. Suhu 28°C saat kami tiba pekan lalu. Cukup sejuk. Padahal saat berangkat cuaca sangat terik. Mencapai 32°C.
Kenderaan tidak bisa langsung ke spot air terjunnya. Harus parkir di tempat yang telah disediakan oleh pengelola. Pengelolanya individu. Masyarakat sekitar.
“Berapa biaya parkir bang?” tanya saya.
“Sepuluh ribu,” jawab Parlin Damanik, pertugas parkir.
Memang untuk kenderaan roda 4 dikenakan biaya parkir sebesar Rp 10.000. Kenderaan roda 2 sebesar Rp 5000. Becak dan kenderaan sejenis roda 3 dikenakan biaya Rp 7000.
Setelah itu kami berjalan kaki menuruni jalan yang disemen sepanjang 200 meter dengan kemiringan 20 derajat.
Setiap orang dikenakan biaya masuk sebesar Rp 2000. Kami bayar cash. Petugas yang mengutipnya juga nyambi berjualan makanan ringan. Ia adalah satu-satunya penjual yang ada.
Sigiutan adalah tempat yang pas bagi saya untuk melepas kepenatan. Merenung. Melihat diri. Untuk kembali memulai perjalanan. Singkatnya, ini sungguh wisata alam yang menyenangkan. #
Tidak ada komentar:
Write Berikan komentar anda