PATIMPUS.COM - Pak Mustajab baru saja mencagakkan sepeda bututnya di atas trotoar Jalan Hj Ani Idrus (dulu Jalan Pandu) Medan, Senin (21/6/2021).
Waktu telah menunjukkan jam 02.30 WIB. Nyaris tidak ada kendaraan yang lewat. Sunyi dan hanya diterangi oleh lampu jalan.
Pria 71 tahun itu tidak melakukan apa-apa. Di atas sepeda jondernya yang sudah berusia 65 tahun warisan orangtuanya, ada sebuah box besar terbuat dari stainless steel. Dia lalu bersandar di jerjak pintu sebuah toko. Seperti menunggu seseorang datang.
Tak berapa lama seorang pengendara becak barang bermotor datang, berhenti di pinggir jalan. Mustajab dengan sigap membuka pintuk box stainless steelnya.
Terlihatlah sederetan roti yang bertingkat. Ada tiga tingkat. Setiap tingkatnya terdapat beberapa macam jenis roti. Ada roti tawar, roti kelapa, roti coklat tepung, roti coklat sate, roti pisang coklat, roti selai moca, roti kacang hijau, roti meses, roti isi coklat, roti coklat keju, dan lain sebagainya.
Pengendara becak bermotor tadi memesan empat roti, roti coklat dan roti tawar pakai srikaya. Lalu bapak sembilan anak dari dua istri ini pun menyerahkan keempat roti yang dibungkus plastik kresek kepada pria pengendara becak bermotor tadi. Setelah menyerahkan uang, pengendara becak bermotor tadi pun pergi.
Kembali Mustajab ditemani sepi. Hanya satu atau dua kendaraan saja yang lewat. Suara jangkrik terdengar di antara lubang drainase.
Ketika didatangi, Mustajab tampak senang. Dia pun kembali membuka tutup box rotinya.
"Beli roti apa?" tanyanya kepada Patimpus.com. Setelah menyebut beberapa roti, Mustajab pun memasukannya ke kantong plastik asoy.
"Tambah dua lagi ya biar pas 20 ribu," pintanya sambil memasuki dua roti kelapa dan coklat ke dalam plastik asoy.
Kepada Patimpus.com, Mustajab mengatakan, sejak pandemi Covid-19, penjualan rotinya menurun. Alhasil, kebutuhan rumah tangganya juga terganggu. Bermodalkan Rp 400 ribu, belum tentu penjualan rotinya habis terjual.
"Dulu saya jualan keliling, sejak tahun 1972. Berangkat dari rumah jam 2 pagi. Beli rotinya di pabrik dekat rumah," sebut Pak Mustajab yang tinggal di Jalan Selam, Mandala Bypass.
Dari pabrik pembuatan roti, Mustajab mengayuh sepeda jonder yang membawa roti hangat di dalam box stainless steel tersebut. Mengayuh menembus udara malam yang dingin melewati Jalan Denai, kemudian menerobos simpang Sukaramai menuju Jalan Sutrisno.
Jalanan yang sepi ini tak membuat Mustajab takut. Dia terus mengayuh sepedanya hingga sampai di Jalan Sutomo. Lalu masuk ke Jalan Hj Ani Idrus dan sampai di tempat mangkalnya yang sudah berpuluh tahun dia temlati.
"Jam segini kan sudah sepi Pak. Apa tidak takut dan ada pembelinya?" tanya wartawan kepada Mustajab.
Mustajab menjawab, bahwa sejak 49 tahun lalu berjualan roti keliling hingga sekarang, dirinya mengaku belum pernah mendapatkan gangguan. Namun kalau ada orang yang minta roti tanpa membayar, dia ikhlaskan saja.
"Alhamdulillah, ada juga pembelinya. Kebanyakan orang baru pulang dari pajak (pasar)," pungkasnya.
Kalau sudah subuh dan roti masih banyak, Mustajab pergi berjualan di Taman Ahmad Yani, Jalan Imam Bonjol. Pulang jualan ketika matahari sudah mulai tinggi.
Ketika disinggung, kenapa masih berjualan dan tidak beristirahat mengingat usia sudah uzur? Mustajab mengatakan, dirinya adalah tulang punggung keluarga. Mau tidak mau dia harus mencari nafkah demi keluarganya. Sedangkan anak-anaknya, semuanya sudah berkeluarga dan sebagian masih menggantung hidup pada dirinya.
"Sebenarnya sudah tidak sanggup lagi, tapi mau kekmana lagi. Tidak ada yang mau menggantikan aku," ujarnya. (don)
Tidak ada komentar:
Write Berikan komentar anda