PATIMPUS.COM - Sebagai upaya dalam mendorong perlindungan dan pemulihan ekosistem gambut, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan mengadakan semiloka bertajuk “Mendorong Kebijakan dan Praktik Pengelolaan Gambut Berkelanjutan di Tapanuli Selatan dan Sumatra Utara”.
Acara tersebut digelar secara daring-luring dan dilaksanakan di Hotel Mega Permata, Padangsidimpuan, pada Selasa, 20 April 2021. Setidaknya 90 peserta hadir secara live dan virtual. Semiloka ini bertujuan untuk mengindentifikasi program dan kegiatan yang relevan dengan perlindungan dan pengelolaan gambut berkelanjutan sebagai langkah awal kerja sama multipihak di Tapanuli Selatan khususnya, dan Sumatra Utara pada umumnya.
Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) tahun 2018, Tapanuli Selatan memiliki 6.051,80 ha gambut yang sebagian besar berada di dataran rendah pesisir barat Sumatra. Sekitar 82% gambut berada di kawasan Area Penggunaan Lain (APL), dan sisanya ada di kawasan Hutan Produksi sebesar (16 %) dan di Hutan Produksi Terbatas (2%). Dari persentase tersebut, 70% dari keseluruhan gambut berada di kawasan konsesi yang sebagian besar ditanami sawit, sehingga mempengaruhi kualitas dan jasa ekosistem gambut.
Gambut merupakan ekosistem yang memiliki peran strategis bagi kehidupan manusia. Selain berperan sebagai penyimpan air dan penjamin ketersediaan air, gambut menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati, penyedia spesies asli gambut sebagai sumber pangan dan obat-obatan, serta berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim yakni berupa penyimpan dan penyerap karbon. Pengelolaan gambut secara berkelanjutan juga berdampak signifikan pada upaya pengurangan risiko bencana, dan peningkatan ketangguhan masyarakat, khususnya terhadap bencana karhutla gambut dan banjir.
Bupati Tapanuli Selatan Dolly Putra Parlindungan Pasaribu dalam sambutannya menyampaikan bahwa pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan merupakan salah satu kunci penting dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), Pembangunan Rendah Karbon (PRK), dan secara langsung bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, pihaknya mendukung penuh upaya restorasi gambut di Tapanuli Selatan pada khususnya dan Sumatra utara pada umumnya. Pemkab juga berkomitmen melaksanakan berbagai kegiatan perlindungan dan pengelolaan gambut khususnya di Tapanuli Selatan bersama para pihak terkait.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, SPM Budi Susanti, yang hadir di dalam acara semiloka menyampaikan pidato kunci terkait Kebijakan dan program pemulihan, perlindungan serta pengelolaan gambut di Indonesia. Budi Susanti menyebutkan bahwa Pemerintah Nasional sudah mengeluarkan PermenLHK No.60/2019 terkait pedoman penyusunan RPPEG dan penetapan SK MenLHK No. 246/2020 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Nasional secara rinci.
Untuk Sumatera Utara, sebanyak 26 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dari total 27 KHG sudah melakukan pemetaan invetarisasi karaktersitik gambut dengan skala 1:50.000. Ia menekankan pentingnya penyusunan rencana pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG) di tingkat provinsi ataupun di kabupaten. KLHK juga berharap agar penyusunan RPPEG di tingkat provinsi Sumatra Utara dan kabupaten Tapanuli Selatan dapat disegerakan. KLHK akan mendampingi dalam proses penyusunannya.
Sesi diskusi semiloka ini menghadirkan dua pembicara yakni: Hasmirizal Lubis Kepala Bappeda Provinsi Sumatra Utara dan Nyoman Suryadiputra Senior Advisor Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia. Hasmirizal Lubis memaparkan terkait program dan strategi perlindungan ekosistem gambut di Sumatra Utara, sedangkan Nyoman Suryadiputra memaparkan terkait inisiatif percontohan pengelolaan ekosistem gambut untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta pengurangan risiko bencana di Kelurahan Muara Manompas, Muara Batang Toru.
Hasmirizal Lubis menyampaikan bahwa saat ini provinsi Sumatra Utara sedang menyusun rencana pembentukan forum pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut, bekerja sama dengn Conservation International dalam rangka pelestarian ekosistem gambut di Provinsi. Ia menambahkan bahwa pada tahun 2022 akan dikembangkan 200 Desa Wisata, dimana potensi wisata gambut juga bisa turut dikembangkan. Provinsi Sumatra Utara juga berharap dapat masuk ke dalam provinsi prioritas kegiatan restorasi gambut sesuai dengan Permen LHK No P.8 tahun 2020 tentang penugasan sebagian urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Sementara itu, Nyoman Suryadiputra menyampaikan bahwa program percontohan di Muara Manompas telah mengimplementasikan pendekatan 3 R, yaitu rewetting (pembasahan kembali), revegetasi, dan revitalisasi mata pencaharian. Ada total 16 sekat kanal yang sudah dibangun bersama masyarakat dengan menggunakan batang pinang sebagai bahan kontruksi.
Saat ini 250 ha lahan yang sudah mendapat perlakuan pembasahan kembali tersebut sedang ditanami jelutung, pakkat, dan sagu sebagai spesies asli gambut yang bernilai ekonomi. Nyoman juga menyampaikan bahwa program juga memberikan pinjaman bersyarat untuk mendukung pengembangan alternatif mata pencaharian masyarakat setempat sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya restorasi dan pengelolaan gambut secara berkelanjutan untuk 35 kelompok masyarakat.
Hadir mewakili Pemerintah Pusat, perwakilan dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Kepala Subpokja Pengelolaan Ekosistem Gambut Agung Rusdiyatmoko menyampaikan pentingnya pendokumentasian praktik-praktik di lapangan dan disertakan dalam rencana pembangunan.
Agung juga menyebutkan bahwa antusiasme dan partisipasi masyarakat perlu didorong lebih lanjut. Senada dengan Agung, perwakilan dari Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Anna Amalia menyampaikan bahwa pendampingan oleh Pemerintah Daerah sangat penting untuk meneruskan upaya yang sudah dibangun dan diinternalisasikan sebagai bagian dari rencana pembangunan daerah.
Saat ini di tingkat nasional sudah dibentuk Tim Koordinasi Strategis Pengelolaan Lahan Basah untuk mendukung pencapaian TPB dan PRK, dan tengah menyusun peta jalan pengelolaan lahan basah (utamanya mangrove dan gambut) yang nantinya diharapkan dapat menjadi pedoman pengelolaan lahan basah di Indonesia, untuk memperkuat sejumlah inisiatif pengelolaan yang sudah ada.
Acara semiloka seri ke-1 ini ditutup dengan diskusi kelompok terkait identifikasi kegiatan potensial dan rencana tindak lanjut sebagai dasar pembahasan dalam semiloka seri berikutnya . Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan semiloka seri ke-2 dan ke-3 untuk menghasilkan kolaborasi jangka panjang dalam upaya pengelolaan gambut secara berkelanjutan di Tapanuli Selatan khususnya, dan Sumatra Utara pada umumnya. (don)
Tidak ada komentar:
Write Berikan komentar anda